Kumpulan Cerita Sex 2018 - Aku (Hanif) lelaki berusia 39 tahun. Akhir2 ini, tiba-tiba
aku teringat ketika baru saja selesai menamatkan pendidikanku di SMA tahun 1984.
Sebut saja Kecamatan XXX pada salah satu Kabupaten di Sulsel. Ketika itu aku
menghadapi permasalahan yang hampir sama dengan permasalahanku saat ini yakni
bentrok dengan keluarga. Hanya saja ketika itu, aku bentrok dengan orang tuaku,
sedang saat ini aku bentrok dengan istri.
Ceritanya, hanya persoalan sepele yaitu orang tuaku
menghendaki agar aku tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tapi aku
tetap ngotot untuk mendaftar pada salah satu perguruan tinggi di Makassar.
Karena tidak didukung orang tua, aku terpaksa meminjam uang dari tetangga
sebesar Rp.10.000, buat ongkos mobil ke Makassar dan sisanya buat jajan. Karena
aku tidak punya kenalan di Kota Makassar, maka aku terpaksa bermalam di
terminal bus sambil mencari kenalan agar aku bisa mendapatkan kerja secepatnya.
Kerja apa saja asal halal.
Setelah dua hari aku bergaul dengan orang-orang terminal,
akhirnya ketemu dengan seorang tukang batu yang waktu itu sedang merenovasi
tembok dan ruang tunggu para penumpang. Aku menawarkan diri menjadi buruh pada
tukang tersebut, dan setelah kuceritakan masalahku yang sebenarnya, akhirnya ia
menerima tawaranku itu. Aku ditawarkan gaji Rp.2.000/hari tanpa ditanggung
makan dan penginapan. Aku langsung setuju saja, sebab jika tidak, aku akan mati
kelaparan mengingat uang jajanku telah habis. Namun aku minta agar gajiku dapat
kuterima setiap hari dan tukang itupun setuju.
Setelah lima hari aku bekerja dengan tekun dan bermalam
bersama dengan sopir-sopir bus malam di terminal, aku dikenalkan dengan seorang
pengusaha beras yang kaya oleh salah seorang sopir bus kenalanku di terminal
itu. Malam itu aku diantar ke salah satu rumah besar yang beralamat di Jl. SA.
Aku gemetaran dan nampak kampungan ketika memasuki rumah yang serba mewah itu.
Kalau tidak salah, ada 7 buah mobil truk dan dua mobil sedang serta 3 mobil
kijang pick up di parkir di depannya. Seorang pembantu laki-laki setengah baya
mempersilakanku masuk duduk di ruang tamu. Tidak lama kemudian seorang kimcil
entah pembantu atau keluarga si pengusaha itu sedang membawa 3 cangkir kopi
beserta kue kering. Kue seperti itu rasanya seringkali aku makan di kampungku.
Setelah kami duduk kurang lebih 2 menit di ruang tamu,
tiba-tiba: “Iyana eddi muaseng elo makkulliah na de’ gaga ongkosona? (Ini
orangnya yang kamu maksud mau kuliah tapi tidak punya biaya?)” tanya seseorang yang
baru saja keluar dari kamarnya dengan perawakan tinggi besar, perut gendut
dengan warna kulit agak hitam. Ia gunakan bahasa Bugis mirip bahasa yang
sehari-hari kugunakan di kampungku. “Iye’ puang. Iyana eddi utihirakki (Yah
betul. Inilah orangnya yang saya antar)” jawab si sopir yang mengantarku itu.
Selama di rumah itu, kami bercakap dengan memakai bahasa
daerah Bugis. Namun, untuk memudahkan dan memperjelas kisahku ini, sebaiknya
kugunakan bahasa Indonesia saja tanpa mengurangi makna percakapan kami, apalagi
bahasa percakapan kami adalah campuran bahasa Indonesia dan Bugis.
“Oh yah, masuk saja dulu makan nak, siapa tahu temanmu itu
belum makan malam” katanya pada si sopir itu sambil mempersilakan kami masuk ke
ruang dapur.
Ayo Nif, kita sama-sama makan dulu baru ngobrol lagi”
ajakan si sopir itu seolah ia sudah terbiasa di rumah itu.
“Yah.. Terima kasih Pak. Rasanya aku masih kenyang” kataku
pura-pura kenyang meskipun sebenarnya aku sangat lapar karena belum makan
malam.
“Ayo.. Masuklah.. Jangan malu-malu. Tidak ada siapa-siapa di
rumah ini. Biar sedikit saja di makan” kata sopir bersama dengan si pemilik
rumah itu sambil ia berdiri menuntunku masuk ke ruang makan. Ternyata di atas
meja telah tersedia makanan lengkap seolah meja itu tidak pernah kosong dari
makanan.
Setelah kami duduk di depan meja makan, aku menoleh kiri
kanan dalam ruangan itu dan sempat kulihat 3 orang perempuan di rumah itu.
Seorang di antaranya sedang cuci piring. Ia sudah cukup tua, yang jika ditaksir
usianya sekitar 50 tahun ke atas. Sedang yang satunya lagi sedang berbaring di
atas salah satu tempat tidur sambil membaca koran. Bila ditaksir usianya antara
30 sampai 40 tahun. Namun seorang wanita lagi sedang asyik nonton TV sambil
bersandar pada rosban tempat wanita berbaring sambil baca koran tadi. Ia nampak
masih muda. Jika ditaksir usianya sekitar 17 sampai 25 tahun. Nampaknya ia
masih kimcil. Selama kami menyantap makanan di atas meja itu, kami tidak pernah
bicara sama sekali. Namun aku merasa diperhatikan sejak tadi oleh wanita
setenga baya yang sedang baca koran itu. Ia sesekali mengintip aku sambil
memegang korannya. Lebih aneh lagi, setiap kami beradu pandangan, wanita itu
melempar senyum manis.
Aku sama sekali tidak mengerti maksudnya, tapi aku tetap
membalas dengan senyuman tanpa diperhatikan oleh si sopir teman makanku itu.
Kalau bukan karena si sopir itu berhenti duluan makan, aku tidak bakal berhenti
makan dan aku semakin betah duduk berlama-lama di kursi makan itu berkat
lemparan senyum si wanita setengah baya itu.
Setelah kami duduk kembali bersama dengan si sopir itu di
ruang tamu, laki-laki berperawakan besar tadi kembali duduk di depanku dan
berkata,
“Kamu dari daerah mana dan dimana orang tuamu nak?” tanya
laki-laki itu.
“Dari Bone Pak. Orang tuaku tinggal di kampung” jawabku.
“Kamu tinggal di Kota Bone atau desanya?” tanyanya lagi
serius.
“Di kampung jauh dari kota Pak” jawabku lagi.
“Saya sudah dengar permasalahanmu dari sopir ini. Kalau kamu
mau tinggal sama kami, aku siap membiayai kuliahmu jika kamu lulus nanti”
“Terima kasih banyak Pak atas budi baik bapak. Aku bersyukur
sekali bisa bertemu dengan bapak” kataku dengan penuh kesopanan.
“Kebetulan sekali kami juga asli Bugis tapi Bugis Sinjai.
Bahkan istri pertamaku tinggal di Kota Sinjai” lanjutnya terus terang.
“Yah kalau begitu, aku sangat beruntung pergi ke Makassar
ini,” kataku.
Setelah kurang lebih 3 jam kami ngobrol, laki-laki itu
menyuruh kami masuk ke salah satu kamar depan untuk istirahat. Tapi si Sopir
temanku itu malah minta pamit dengan alasan pagi-pagi mau cari penumpang. Aku
mengerti dan laki-laki tadi yang belakangan kuketahui kalau ia adalah majikanku
dan kepala rumah tangga dalam keluarga itu, mengizinkan si sopir tadi pulang ke
terminal. Sebelum majikanku itu berangkat untuk mengurus usahanya pada esok
harinya, sambil menyantap hidangan pagi bersama istrinya yang kemarin kulihat
baca koran dan anak satu-satunya di rumah itu yang kemarin nonton TV di ruang
makan, ia memperkenalkan seluruh anggota keluarga dan pembantunya di rumah itu,
termasuk sopirnya.
Setelah itu ia tunjukkan kamar tidurku dan jelaskan kerjaku
sehari-hari di rumah itu. Aku diminta menjaga rumah dan membantu istri keduanya
ketika ia sedang pergi ke luar kota mengurus perusahaannya. Aku senang sekali
mendengar pekerjaan yang dibebankan padaku, apalagi membantu istrinya yang
kuyakini cukup ramah dan bijaksana. Sejak hari pertama aku sudah cukup akrab
dengan anggota keluarga di rumah itu dan aku mengerjakan seluruh pekerjaan di
rumah itu, termasuk mencuci, memasak dan menyapu sebagaimana layaknya keluarga
atau pembantu umum di rumah itu.
Sikap kami berjalan biasa-biasa saja tanpa ada
keanehan hingga hari kedua belas. Namun pada hari ketiga belas, pikiranku mulai
terganggu ketika majikan laki-lakiku menyampaikan bahwa ia akan pergi ke Sinjai
untuk membeli gabah dan beras untuk beberapa hari. Aku yakin kalau pergaulanku
dengan istri keduanya itu bisa tambah dekat, sebab akhir-akhir ini istrinya itu
sering minta aku membersihkan tempat tidurnya dan berpakaian yang sedikit
kurang sopan di depanku saat suaminya keluar rumah. Aku justru sangat gembira
mendengarnya.
Setelah majikan laki-lakiku itu berangkat bersama sopir
pribadinya sekitar pukul 9.00 pagi, aku kembali melaksanakan tugas hari-hariku
seperti hari-hari sebelumnya yakni mencuci pakaian, piring dan menyapu tempat
tidur majikanku. Pembantu rumah itu sedang menyapu di halaman belakang,
sementara anak kimcil satu-satunya itu sedang ke sekolah.
“Nif, bisa nggak kamu membantu aku seperti suamiku
membantuku setiap malam?” tanya istri keduanya itu ketika aku sedang
membersihkan tempat tidurnya. Aku sangat kaget dan bingung atas permintaannya
itu. Aku tidak segera menjawab karena aku tidak tahu maksudnya dengan jelas.
“Membantu bagaimana yang ibu maksud?” tanyaku penuh ketakutan.
“Memijit kepala dan punggungku sebelum aku tidur, karena
mataku tak bisa tertidur sebelum dipijit” katanya sambil sedikit senyum.
“Kalau soal pijit memijit, kurasa sangat mudah Bu’. Aku
bisa, tapi.. Tapii aapa bapak tidak marah nanti kalai ia tahu Bu?” tanyaku terbata-bata
kalau-kalau ia hanya memancingku.
“Nggak bakal marah kok. Kan kamu sudah jadi kepercayaannya.
Lagi pula kamu diberi tugas menjaga aku selama ia belum pulang” katanya lagi.
Setelah kusetujui permintaannya, ia lalu keluar dan duduk baca koran di ruang
tamu, sedang aku ke halan depan untuk menyapu, lalu istirahat di kamar tidurku.
Setelah makan malam, aku bersama pembantu nonton TV di ruang
makan, sedang ibu majikanku dan anak gadisnya nonton TV di kamarnya
masing-masing. Setelah siaran berita yang kami tonton habis, pembantu itu pergi
tidur di kamarnya yang berdekatan dengan ruang dapur. Sedangkan anak kimcil
majikanku masih terlihat belajar di kamarnya dengan pintu kamar yang terbuka
lebar. Aku kembali teringat dengan perintah ibu majikanku tadi pagi. Aku
bertanya-tanya dalam hati kapan perintah itu harus kulaksanakan, karena ibu
tidak menjelaskan jam berapa dan di mana. Di ruang makan, atau ruang tamu atau
di kamar tidurnya. Aku tunggu saja perintahnya lebih lanjut.
Setelah terdengar pintu kamar anak kimcil majikanku itu
tertutup dan terkunci rapat sebagai tanda ia sudah mau tidur, maka terdengar
pula pintu kamar majikanku terbuka pertanda ia mau keluar dari kamarnya. Aku
pura-pura tidak memperhatikannya. Namun tiba-tiba ibu majikanku itu duduk tidak
jauh di sampingku sambil nonton TV bersamaku.
“Nif, sudah lupa yach permintaanku tadi pagi?” tanyanya
setengah berbisik yang membuat aku kaget dan gemetar.
“Ti.. Tiidak Bu’. Mmaaf Bu’, aku hampir lupa” jawabku
ketakutan.
“Kalau begitu ayolah. Tunggu apa lagi. Khan sudah larut
malam” ajaknya.
“Ta.. Tapi di mana Bu’?” tanyaku singkat.
“Tentu di kamarku donk. Tidak mungkin di sini atau di
kamarmu” jawabnya. Aku sebenarnya sangat takut kalau ada orang lain yang
mencurigai aku. Tapi karena ini adalah perintah majikan, lagi pula semua orang
di rumah itu pada tidur, maka apapun resikonya aku harus jalankan. Ibu
majikanku berjalan dengan pelan seolah takut pula diketahui orang lain dan ia
menuju kamar tidurnya, sementara aku ikut di belakangnya dengan pelan dan
hati-hati pula.
Setelah masuk kamar, ia lalu menutup dan mengunci pintunya
dengan rapat. Lalu ia membuka daster yang dipakainya dan terus telungkup tanpa
memakai baju, melainkan hanya BH dan celana tipis yang agak pendek di badannya.
“Ayo Nif, silakan dipijit kepala dan leherku bagian belakang
lalu punggungku” pintanya seolah tak sabar menunggu lagi. Aku segera duduk di
pinggir tempat tidurnya, lalu secara pelan dan hati-hati menyentuh kepalanya
bagian belakang, terus turun ke leher belakangnya.
Setelah aku mencoba menekan dan mengeraskan sedikit
pijitanku, ibu majikanku itu tiba-tiba bersuara dengan nada sedikit agak
tinggi.
“Wah.. Kenapa tidak pakai minyak gosok Nif. Ambil di kolom
rosban?”
“Yah.. Yah.. Maaf Bu’. Aku tidak melihatnya tadi” kataku
dengan suara agak tinggi pula.
“Jangan terlalu besar suaranya Nif, nanti kedengaran orang”
kata ibu. Setelah ibu majikanku melarangku bersuara agak keras, ia lalu
berbisik.
“Punggungku juga Nif, biar aku bisa tidur nyenyak”.
Menyentuh kepala dan rambut serta lehernya saja, aku sudah cukup terangsang
dibuatnya. Apalagi memijit kulit punggugnya yang setengah telanjang itu. Tapi
karena itu adalah perintah majikan, maka aku segera laksanakanKetika aku
menurunkan kedua tanganku dan menggosok-gosok punggungnya, terasa hangat
sekali. Kulit tubuhnya sangat putih dan halus. Sesekali aku meletakkan tanganku
di bawah ketiaknya dan di pinggir BH warna abu-abu yang dikenakannya.
Kedua tanganku semakin lengket dan lambat gerakannya ketika
ujung jariku sedikit menyelusup di balik pengikat BH dan pinggir atas
celananya. Bahkan sempat tanganku tidak bergerak sejenak ketika konsentrasiku
mulai mengarah ke balik pakaiannya itu.
“Nif, kenapa diam. Ada apa, sehingga kami tidak menggerakkan
tanganmu itu?” tanyanya sambil bergerak dan sedikit berbalik, sehingga aku
sempat melihat sebagian daging empuk yang ada di balik BH-nya itu.
“Ti.. Tidak apa-apa Bu’. Hanya takut?” jawabku dengan nafas
terputus.
“Takut sama siapa? Khan tidak ada orang lain di sini. Capek
yaah?” Setelah berkata begitu, ibu majikanku tiba-tiba berbalik arah sehingga
ia telentang di depanku. Terpaksa kedua tanganku menyentuh tonjolan BH-nya
tanpa sengaja. Ia hanya sedikit tersenyum dan berkata,
“Tidak keberatan khan jika kamu juga mengurut perutku, biar
tubuhku lebih segar lagi. Ayolah Nif..” katanya sambil meraih kedua tanganku
dan meletakkannya di atas pusarnya. Jantungku terasa hampir copot ketika ibu
majikanku itu mengangkat BH-nya sehingga bukit kembarnya nampak jelas menantang
di bawah kedua batang hidungku. Aku tak mampu bersuara dan mengatur nafas,
bahkan aku sedikit malu menatapnya, tapi,
“Jangan takut dan
malu Nif. Ini adalah rezkimu, kesempatanmu dan kamu pasti menginginkannya”
katanya ketika aku mulai agak menghindar.
“Bba.. Bagaimana ini Bu’. Kek.. Kenapa bisa bbeggini?”
tanyaku penuh ketakutan dan nafasku sulit lagi kuatur. Sebagai laki-laki normal
yang hanya pernah mendengar dalam cerita, tentu aku tidak mampu menolak dan
menyia-nyiakan kesempatan ini. Kenyataan inilah yang harus kualami, apalagi ini
adalah perintah majikan.
Tanpa berpikir panjang lagi, aku segera menjatuhkan kedua
tanganku di atas bukit kembar itu. Mula-mula hanya kusentuh, kuraba dan
kuelus-elus saja, tapi lama kelamaan aku mencoba memberanikan diri untuk
memegang dan menekan-nekannya. Ternyata nikmat juga rasanya menyentuh benda
kenyal dan hangat, apalagi milik majikanku. Ibu majikanku kelihatan juga
menikmatinya, terlihat dari nafasnya yang mulai pula tidak teratur. Desiran
mulutnya mulai kedengaran seolah tak mampu menyembunyikannya di depanku.
“Auhh.. Terus Nif, nikmat sayang. Tekan, ayo.. Teruuss..
Aakhh.. Isap Nif.. Jilat donk..” itulah erangan ibu majikanku sambil meraih
kepalaku dan membawanya ke payudaranya yang kenyal, empuk dan tidak terlalu
besar itu. Aku tentu saja tidak menolaknya, bahkan sangat berkeinginan
menikmati pengalaman pertama dalam hidupku ini. Aku segera menjilat-jilat
putingnya, mengisap dan kadang sedikit menggigit sambil tetap memegangnya
dengan kedua tanganku. Aku tidak tahu kapan ia membuka celananya, tapi yang jelas
ketika aku sedikit melepas putingnya dari mulutku dan mengangkat kepala,
tiba-tiba kulihat seluruh tubuhnya telanjang bulat tanpa sehelai benangpun di
badannya.
Ayo Nif, kamu tentu tahu apa yang harus kamu perbuat
setelah aku bugil begini. Yah khan?” pintanya sambil meraih kedua tanganku dan
membawanya ke selangkangannya. Lagi-lagi aku tentu mengikuti kemauannya. Aku
mengelus-elus bulu-bulu yang tumbuh agak tipis di atas kedua bibir lubang
kemaluannya yang sedikit mulai basah itu. Aku rasanya tak ingin memindahkan
mulutku dari bukit kenyalnya itu, tapi karena ia menarik kepalaku turun ke
selangkangannya di mana tanganku bermain-main itu, maka aku dengan senang hati
menurutinya. Agen BandarQ
“Cium donk. Jilat sayang. Kamu nggak jijik khan?” tanyanya.
“Nggak Bu’” jawabku singkat, meskipun sebenarnya aku merasa
sedikit jijik karena belum pernah melakukan hal seperti itu, tapi aku pernah
dengar cerita dari temanku sewaktu di kampung bahwa orang Barat kesukaannya
menjilat dan mengisap cairan kemaluan wanita, sehingga akupun ingin mencobanya.
Ternyata benar, kemaluan wanita itu harum dan semakin lama
semakin merangsang. Entah perasaan itu juga bisa di temukan pada wanita lain
atau hanya pada ibu majikanku karena ia merawat dan menyemprot farfum pada
vaginanya. Pinggul ibu majikanku semakin lama kujilat, semakin cepat
goyangannya, bahkan nafasnya semakin cepat keluarnya seolah ia dikejar hantu.
Kali ini aku beriNifiatif sendiri menguak dengan lebar kedua pahanya, lalu
menatap sejenak bentuk kemaluannya yang mengkilap dan warnanya agak kecoklatan
yang di tengahnya tertancap segumpal kecil daging. Indah dan mungil sekali. Aku
coba memasukkan lidahku lebih dalam dan menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke
kanan, lalu ke atas dan ke bawah. Pinggul ibu majikanku itu semakin tinggi terangkat
dan gerakannya semakin cepat. Aku tidak mampu lagi mengendalikan gejolak
nafsuku. Ingin rasanya aku segera menancapkan penisku yang mulai basah ke
lubangnya yang sejak tadi basah pula. Tapi ia belum memberi aba-aba sehingga
aku terpaksa menahan sampai ada sinyal dari dia.
“Berhenti sebentar Nif, akan kutunjukkan sesuatu”
perintahnya sambil mendorong kepalaku. Lalu ia tiba-tiba bangkit dari tidurnya
sambil berpegangan pada leher bajuku. Kami duduk berhadapan, lalu ia segera
membuka kancing bajuku satu persatu hingga ia lepaskan dari tubuhku. Ibu
majikanku itu segera merangkul punggungku dan menjilati seluruh tubuhku yang
telanjang. Dari dahi, pipi, hidung, mulut, leher dan perutku sampi ke pusarku,
ia menyerangnya dengan mulutnya secara bertubi-tubi sehingga membuatku merasa
geli dan semakin terangsang.
“Nif, aku sekalian buka semuanya yach,” pintanya sambil
melepaskan sarung dan celana dalamku. Aku hanya mengangguk dan mebiarkannya
menjamah seluruh tubuhku sesuai keinginannya.
Setelah aku bugil seperti dirinya, ia lalu meraih tongkatku
yang sejak tadi berdiri dengan kerasnya di depannya, lalu dengan cepat
memasukkan ke mulutnya. Sikap dan tindakan ibu majikanku itu membuat aku
melupakan segalanya, baik masalah keluargaku, penderitaanku, tujuan utamaku
maupun status dan hubunganku dengan majikannya. Yang terpikir hanyalah
bagaimana menikmati seluruh tubuh ibu majikanku, termasuk menusuk lubang
kemaluannya dengan tongkatku yang sangat tegang itu.
“Bagaimana Nif,? Enak yach?” tanyanya ketika ia berhenti sejenak
menjilat dan memompa tongkatku dengan mulutnya. Lagi-lagi aku hanya mampu
mengangguk untuk mengiyakan pertanyaannya. Ia mengisap dan menggelomoh penisku
dengan lahapnya bagaikan anjing makan tulang.
“Aduhh.. Akhh.. Uuhh..” suara itulah yang mampu kukeluarkan
dari mulutku sambil menjambak rambut kepalanya.
“Ayo Nif, cepat masukkan inimu ke lubangku, aku sudah tak
mampu menahan nafsuku lagi sayang,” pintanya sambil menghempaskan tubuhnya ke
kasur dan tidur telentang sambil membuka lebar-lebar kedua pahanya untuk
memudahkan penisku masuk ke kemaluannya. Aku tak berpikir apa-apa lagi dan tak
mengambil tindakan lain kecuali segera mengangkangi pinggulnya, lalu secara
perlahan menusukkan ujung kemaluanku ke lubang vaginya yang menganga lagi basah
kuyup itu. Senti demi senti tanpa sedikitpun kesulitan, penisku menyerobot
masuk hingga amblas seluruhnya ke lubang kenikmatan ibu majikanku itu.
Mula-mula aku gocok, tarik dan dorong keluar masuk secara pelan, namun semakin
lama semakin kupercepat gerakannya, sehingga menimbulkan suara aneh seiring
dengan gerakan pinggul kami yang seolah bergerak/bergoyang seirama. Plag..
Pligg.. Plogg, decak.. decikk.. decukk. Bunyi itulah yang terdengar dari
peraduan antara penisku dan lubang vagina ibu majikanku yang diiringi dengan
nafas kami yang terputus-putus, tidak teratur dan seolah saling kejar di
keheningan malam itu.
Aku yakin tak seorangpun mendengarnya karena semua orang di
rumah itu pada tidur nyenyak, apalagi kamar tempat kami bergulat sedikit
berjauhan dengan kamar lainnya, bahkan peristiwa itu terjadi sekitar pukul
11.00-12.00 malam.
“Bu’, Bu’, aku ma, mau.. Kk” belum aku selesai berbisik di
telinganya, ibu majikanku tiba-tiba tersentak sambil mendorongku, lalu berkata,
“Tunggu dulu. Tahan sebentar sayang” katanya sambil memutar
tubuhku sehingga aku terpaksa berada di bawahnya. Ternyata ia mau mengubah
posisi dan mau mengangkangiku. Setelah ia masukkan kembali penisku ke
lubangnya, ia lalu lompat-lompat di atasku sambil sesekali memutar gerakan
pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Akibatnya suara aneh itu kembali mewarnai
gerakan kami malam itu. Decik.. Decakk.. Decukk. Setelah beberapa menit
kemudian ibu majikanku berada di atasku seperti orang yang naik kuda, ia
nampaknya kecapean sehingga seluruh badannya menindih badanku dengan
menjulurkan lidahnya masuk ke mulutku. Aku kembali merasakan desakan cairan
hangat dari batang kemaluanku seolah mau keluar. Aku merangkul punggung ibu
majikanku dengan erat sekali.
“Akk.. aakuu tak mampu menahan lagi Bu’. Aku keluarkan saja
Bu’ yah” pintaku ketika cairan hangat itu terasa sudah diujung penisku dan
tiba-tiba ibu majikanku kembali tersentak dan segera menjatuhkan badannya di
sampingku sambil telentang, lalu meraih kemaluanku dan menggocoknya dengan
keras serta mengarahkannya ke atas payudaranya. Cairan hangat yang sejak tadi
mendesakku tiba-tiba muncrat ke atas dada dan payudara ibu majikanku. Iapun
seolah sangat menikmatinya. Tarikan nafasnya terdengar panjang sekali dan ia
seolah sangat lega.
Tindakan ibu majikanku tadi sungguh sangat terkontrol dan
terencana. Ia mampu menguasai nafsunya. Maklum ia sangat berpengalaman dalam
masalah sex. Terbukti ketika spermaku sudah sampai di ujung penisku, ia seolah
tahu dan langsung dicabutnya kemudian ditumpahkan pada tubuhnya. Entah apa maksudnya,
tapi kelihatannya ia cukup menikmati.
“Nif, anggaplah ini hadiah penyambutan dariku. Aku yakin
kamu belum pernah menerima hadiah seperti ini sebelumnya. Yah khan?” katanya
seolah sangat puas dan bahagia ketika kami saling berdamping dalam posisi tidur
telentang. Setelah berkata demikian, ia lalu memelukku dan mengisap-isap
bibirku, lalu berkata,
“Terima kasih yah Nif atas bantuanmu mau memijit tubuhku.
Mulai malam ini, Kamu kujadikan suami keduaku, tapi tugasmu hanya menyenangkan
aku ketika suamiku tidak ada di rumah. Mau khan?” katanya berbisik.
“Yah, Bu’. Malah aku senang dan berterima kasih pada ibu
atas budi baiknya mau menolongku. Terima kasih banyak juga Bu’” jawabku penuh
bahagia, bahkan rasanya aku mulai sedikit terangsang dibuatnya, tapi aku malu
mengatakannya pada ibu majikanku, kecuali jika ia memintanya.
Sejak saat itu, setiap majikan laki-lakiku bermalam di luar
kota, aku dan ibu majikanku seperti layaknya suami istri, meskipun hanya
berlaku antara jam 21.00 sampai 5.00 subuh saja. Sedang di luar waktu itu, kami
seolah mempunyai hubungan antara majikan dan buruh di rumah itu. Aku sangat
disayangi oleh seluruh anggota keluarga majikanku karena aku rajin dan patuh
terhadap segala perintah majikan, sehingga selain aku diperlakukan layaknya anak
atau keluarga dekat di rumah itu, juga aku dibiayai dalam mengikuti pendidikan
pada salah satu perguruan tinggi swasta di kota Makassar, bahkan aku diberikan
sebuah kendaraan roda dua untuk urusan sehari-hariku.
Sayang aku dikeluarkan dari perguruan tinggi itu pada
semester 3 disebabkan aku tidak lulus pada beberapa mata kuliah akibat
kemalasanku belajar dan masuk kuliah. Karena aku sangat malu dan berat pada
majikan laki-lakiku atas segala pengorbanan yang diberikan padaku selama ini,
terpaksa aku meninggalkan rumah itu tanpa seizin mereka dan aku kembali ke kota
Bone untuk melanjutkan pendidikanku pada salah satu perguruan tinggi yang ada
di kotaku tersebut. Untung aku punya sedikit tabungan, karena selama kurang
lebih 2 tahun tinggal bersama majikanku, aku rajin menabung setiap diberikan
uang oleh majikanku. Selama 4 tahun mengikuti kuliah di kotaku ini, akhirnya
aku lulus dengan predikat baik berkat ketekunan dan kerajinanku belajar.
Sejak aku selesaikan pendidikan tahun 1991 hingga tahun
1994, aku belum pernah kembali ke kampung asliku dan berkumpul bersama keluarga
karena malu dan takut pada orangtua. Namun pada Sepetember 1995, pikiranku
mulai terpengaruh kembali oleh wanita, bahkan beberapa kali aku ingin menikmati
apa yang pernah kunikmati bersama dengan ibu majikanku dulu, tapi aku takut
resiko dan dosa. Karena aku merasa sudah punya biaya dan matang untuk berumah
tangga, akhirnya kuputuskan untuk kembali kampung membicarakan dengan orang
tuaku.
Orangtuaku sangat bangga dan bersyukur serta berterima kasih
atas keberhasilanku memperoleh sarjana sekaligus merestui niatku untuk berumah
tangga, bahkan menyerahkan penuh padaku untuk memilih pasangan sendiri. Tahun
itupula aku kawin dengan pilihanku sendiri, biaya dan urusannya tidak
kubebankan orangtuaku. Sejak tahun itu sampai tahun ini, hubunganku dengan
istri berjalan harmonis, bahkan kami telah dikaruniai 2 orang putra dan seorang
putri. Tapi gara-gara kehilangan pekerjaan, kami seringkali cekcok dan bentrok
dengan istri. Akhirnya kuputuskan meninggalkan rumah dan pergi ke salah satu
kota di Sulsel untuk mencari pekerjaan. Tiba-tiba aku ketemu dengan teman
kuliah yang sudah menjadi pengusaha besar dan lagi-lagi pengusaha beras.
Anehnya lagi, temanku itu tinggal bersama istri keduanya, sebab istri pertamanya
tinggal di kota Bone. Tawaran temanku itu hampir sama dengan tawaran majikanku
dulu yakni menjaga keluarganya dan membantu mengurus usahanya ketika ia ke luar
kota. Pikiranku mulai aneh-aneh dan ingin kembali mengulang sejarah masa lalu,
apalagi istri temanku itu belum dikarunia seorang anak dan ia cantik lagi ramah
padaku.
Bokep Asia, Bokep Jepang, Bokep Kontol Gede, nonton bokep, bokep japan, bokep asian, nonton bokep abg, nonton film blue, download bokep gratis, gratis download bokep, nonton bokep japan no sensor, nonton bokep perawan, bokep perawan, Gratis download Video Porno, blowjob, Creampie, ngentot di gubuk,perjaka, gratis video porno, nonton film blue, semi jepang, nonton film semi, film semi gratis, download semi gratis, film jav, nonton jav, aori sora, miyabi, nonton bokep, bokep japan, bokep asian, nonton bokep abg, nonton film blue, download bokep gratis, gratis download bokep, nonton bokep japan no sensor, nonton bokep perawan, bokep perawan, Blowjob, bokep indo, bokep india, bokep vietnam, bokep korea ngentot, blowjob, creampie, cum in mouth, mouth, hot babe, cum in shot, sperm, eat sperm, makan peju, colok memek, brazzers, tiny4k, big boobs,
Home
»
Beras
»
Bercinta
»
Cerita Sex Remaja
»
Cerita Sex Terbaru
»
Dengan
»
Istri
»
Juragan
»
Kumpulan Cerita Sex
» Kumpulan Cerita Sex Bercinta Dengan Istri Juragan Beras
Tuesday, August 14, 2018
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment